In college storyline

My Life Changing Moment #2


Well, finally we –me and my group- are arrived in Buru Island!

Kami disambut oleh para staff peremintahan setempat ketika sampai di pelabuhan Kandis. Mereka membawa beras di dalam sebuah wadah dan ditaburkan sebagai tanda selamat datang kami. Aku dan teman-teman yang lain pun diberi welcoming speech oleh pak camat dan pak lurah sebagai wejangan selama kami berada disini. Setelah itu kami diantarkan ke basecamp yang kebetulan berada di rumah pak lurah dengan menggunakan mobil polisi dan kaisar (kalau di Jawa namanya tossa). Just info nih ya, jangan harap kalian bakalan nemu mobil disini, the only car here is.. mobil jenazah hehe.. Dari pelabuhan menuju rumah pak lurah lumayan jauh dan hanya ada satu rute sepanjang pulau. Jadi tepi kanan dan kiri hanya ada pohon, lebih tepatnya pohon dan kera. First impression ku saat itu adalah kami benar-benar sedang berada di hutan.

Akhirnya tiba di rumah pak lurah saat maghrib berkumandang. Dan ternyata kelompok kami dibagi jadi dua karena sebagian akan tinggal di rumah kakak pak lurah yang jaraknya lumayan jauh. Kami sempat kaget dan nggak mau dipisah. Namun, kami harus menghormati permintaan pak lurah. Dan aku kebagian di rumah pak lurah. Setelah itu, kami berkemas barang dan sholat berjamaah. Bu lurah sudah menyambut kami dengan makanan yang sudah pasti sangat lezatt. Tak lama kemudian, teman kami yang tinggal di rumah kakak pak lurah datang untuk mendiskusikan tempat tinggal kami yang terpisah. Bukannya apa-apa, kami merasa terbatasi ketika harus mengerjakan proker jika kami tinggal di tempat terpisah. Tapi apa daya, raut muka pak lurah terlihat sangat garang, angkuh dan menakutkan –itu first impression kami sekelompok sih– sehingga nyali kami sangatlah ciut untuk membicarakan hal ini. Tidak disangka, pak lurah sangat memahami pemikiran kami, namu beliau merasa tidak enak hati kepada kakaknya. Setelah berdiskusi, kami sepakat untuk tinggal di rumah pak lurah untuk memudahkan tugas kami dan akan menginap sesekali di rumah kakak beliau atau sekedar berkunjung usai kami mengerjakan proker. Meski sama-sama di rumah pak lurah kami tidak tinggal satu atap kok, perempuan tinggal di rumah dan laki-laki di klinik milik bu lurah yang letaknya tepat sebelah rumah. Tapi ya kalau sedang ada yang melahirkan, para lelaki itu berbondong-bondong pindah ke rumah dan tidur di ruang tamu haha.

Oke langsung ke inti kegiatan aja yah, udah kebanyakan prolog nih ehe. Selama hampir dua minggu pertama kami belum bisa mengerjakan proker karena masih harus survei lokasi dan melakukan pendekatan ke warga lokal. Alhamdulillah warga sangat menyambut kami serta memberikan support, bantuan, saran dan pastinya partisipasi terhadap kegiatan yang kami lakukan. Bahkan kami punya orang tua kedua setelah bapak dan ibu lurah Samat yaitu bapak ibu Mus yang tinggalnya di tepi laut yang berbatasan langsung dengan Singapura. Beliau sangat baik sampai-sampai sering mengajak kami party bakar-bakar udang sambil melihat pemadangan Singapura dari kejauhan jika bapak pulang melaut. Wah gimana nggak makmur tuh tiap hari makan ikan yang amat sangat bergizi serta gratis all you can eat wkwk. Well back to topic,selama pengabdian kami mendapatkan tugas wajib yang harus diselesaikan. One of the hardest to do is inventarisasi biota laut sekitar yang mana amat banyak ragamnya, ya gimana disana daerah perairan semua hmm. Proker ini dikerjakan selama sebulan penuh dari awal datang dan selesai paling terakhir huhu. Fokus kami disini adalah pada pariwisata Lubuk Puding sesuai dengan tema KKN Kebangsaan (lupa temanya apa soalnya panjang banget hampir tiga baris:( yang jelas mengenai pariwisata bahari pulau 3T). Selain itu, pastinya tidak lupa bidang pendidikan untuk mengenalkan nilai-nilai kebangsaan kepada adik-adik penerus bangsa. Nah kalo ini saya yang diberi amanah untuk menjadi penanggungjawabnya eheheh. Kami mengadakan banyak kegiatan sekolah mulai dari sosialisasi, KBM hingga lomba bertemakan wawasan kebangsaan. Bertepatan pula dengan perayaan kemerdekaan, sudah pasti ada lomba 17-an juga. Banyak lomba awalnya dikhususkan untuk anak-anak, namun karena antusiasme warga terutama ibu-ibu akhirnya lombanya dijadikan umum. Dan alhamdulillah sangat meriah. Bukan soal hadiah yang diperebutkan, akan tetapi kebersamaan dan momen-momen yang membuat baper ketika diingat kembali. Salah satu lomba yang mengesankan bagi kami semua adalah lomba masak ibu-ibu.. tau sendiri lah ya pastinya makan gratis lagi heheh... Para ibu-ibu semangat untuk menyiapkan hidangan mereka dan mengenalkan makanan khas untuk bisa dicicipi oleh kami tentunya wkwkw.
Perayaan HUT RI pun dimulai dengan upacara di kecamatan Buru yang mana kami diberi kesempatan untuk tampil paduan suara pada acara penurunan bendera. Paginya, kami mengikuti upacara 17 Agustus bersama dengan teman-teman kelompok lain se-kecamatan. Dan disanalah aku dipertemukan kembali dengan teman sekampung halaman dari Unair yaitu Dira. Kami hampir tidak mengenali satu sama lain karena wajah kami berubah total menjadi upik abu alias gosong hahah. Jangan harap bisa merawat kulit, semua dari kami tidak ada yang wajahnya bersih mulus akibat terik matahari yang menyengat ditambah cuaca yang tidak menentu. Tidak apa-apa yang penting apa yang kami lakukan berdampak positif terhadap masyarakat dan bermanfaat tentunya. Oke akhirnya kami bisa reuni kecil bersama teman sepleton kami pada saat pembekalan. Tapi kami tidak bisa bercengkrama lama-lama karena mereka harus segera kembali ke Posko di pulau seberang sebelum ketinggalan kapal. Bahkan kami belum sempat pamer tempat tinggal dan berbagi cerita huhu. Well, sebenarnya pada saat itu terjadi insiden yang kalau diingat membuat kami geli sendiri wkwk. Tepat beberapa hari sebelum 17 Agustus, kami berdebat hebat hingga kami tidak menyapa satu sama lain haha. Kubu perempuan dan kubu lelaki sama-sama egois sehingga kami benar-benar melakukan kerjaan masing. Yang paling lucu adalah ketika para lelaki harus jadi mandiri disaat sebelumnya diurus oleh perempuan. Tapi hebatnya tidak ada yang tau kalau kami sedang berseteru dan pura-pura akur ketika didepan umum. Biasalah ya setiap kelompok pasti punya perseteruan masing-masing hahah. Yang jelas pada akhirnya kami bersatu kembali kok, dan menertawakan hal konyol yang kami lakukan saat itu. Tepat sebelum perayaan besar HUT RI kami sudah membaur dan menjadikan kami semakin dekat, erat dan saling membantu satu sama lain.

Salah satu hal yang membanggakan bagi kami adalah ketika staff pemerintahan mempercayakan kami untuk acara akbar perayaan HUT RI dan memberikan kesempatan agar kami menjalankan acara tersebut. Ini kali kedua acara tersebut diadakan dan akan lebih meriah karena pak Bupati dipastikan datang. Serangkaian pra-acara pun kami persiapkan dan koordinasikan dengan Pokdarwis (Kelompok Sadar Wisata, salah satu hasil proker kami sebelumnya). Kami berhasil menggagas Festival Tangkap Brunok yang mana akan menjadi perayaan tahunan. Brunok merupakan salah satu hewan langka yang berasal dari wilayah tersebut dan hampir punah karena banyak ditangkap oleh warga untuk dikonsumsi. Sehingga kami berupaya untuk mengurangi dampak buruk terhadap hewan tersebut dengan festival ini. Festival ini digelar setahun sekali yang mana warga tidak diperbolehkan menangkap hewan tersebut selain pada saat festival. 15% dari hasil tangkapan bisa dijadikan perayaan makan besar bersama warga dan sisanya dikembalikan lagi ke laut secara massal. Dengan adanya festival ini kami berharap warga tidak lagi menangkap hewan tersebut semaunya sendiri dan memikirkan bagaimana pelestarian brunok agar tidak punah. Ditambah lagi, ini akan menjadi daya tari tersendiri untuk Pulau Buru akan wisata baharinya dan budayanya melalui festival ini. Dan tepat sekali, warga sangat antusias terhadap kegiatan yang kami suguhkan seperti halnya lomba kapal Jong, kapal kecil yang dikendalikan dengan angin dan juga berlayar dengan Jong yang besar. Salah satu pengalaman tak terlupakan bagiku adalah ketika diminta untuk memberikan sambutan kepada Bupati dengan menari tari persembahan Melayu. Kami berlima (para perempuan) hanya punya waktu sehari saja untuk berlatih sebelum esoknya harus tampil di depan Bupati dan disaksikan warga serta diliput media lokal. Sebagai orang Jawa tulen yang notabene hanya tau Melayu dari Upin-Ipin harus ekstra belajar agar bisa mengimbangi teman-teman lain yang kebetulan punya darah Melayu. Daaan tadaaa, kami berhasil tampil di depan warga, media dan tentunya pak Bupati yang ditandai dengan riuh apresiasi.

Hari demi hari berlalu, hingga tak terasa masa pengabdian kami usai. Banyak cerita yang tak bisa kami ulang lagi bersama keluarga baru tercinta di Lubu Puding. Kami harus mengucapkan selamat tinggal pada mereka dengan isak tangis dan mata berkaca-kaca menandakan bahwa itu sangat berat bagi kami untuk berpamitan. Bahkan sebelum kami pergi, pak lurah dan warga memberikan salam perpisahan dengan organ tunggal. Yaaa kami harus berpesta-pesta dulu sambil berjoget ria untuk mengenang kebersamaan kami selama sebulan penuh disini. Perasaan campur aduk antara bahagia dan sedih melebur jadi satu. Momen unik dalam perpisahan tersebut adalah ketika panggung roboh karena hebohnya kami berjoget diatas panggung. Itu hal yang mengagetkan dan membuat kami justru tertawa dan menghilangkan kesedihan kami akan perpisahan setelah ini. Banyak hal yang kami pelajari selama disana, banyak pula pengalaman baru dan seru untuk kami ceritakan kepada teman dekat, saudara dan keluarga di rumah yang tidak akan ada habisnya. Banyak perbedaan kami yang justru menguatkan kami satu sama lain. Kami belajar bagaimana bertoleransi akan kepercayaan dan budaya masing-masing dari kami dan bahkan mempelajarinya. Meskipun sempat terjadi kejadian tidak mengenakkan bagi kelompok kami yaitu ketika beberapa barang berharga kami seperti handphone dan kamera hilang dicuri, tapi kami mendapatkan pelajaran berharga. Tidak akan bisa lagi menikmati sunset melihat pemandangan Singapura secara langsung, menyombongkan diri karena naik Kaisar dan mobil jenazah sebagai transportasi utama, pergi ke ujung pulau hanya sekedar mencari sinyal untuk berinternet ria. Sedih rasanya harus berpisah dengan mereka semua. Terlebih lagi, akan sangat susah untuk kami reuni lagi satu kelompok karena kami berbeda tempat. I’m really gonna miss you guys! Love you to the moon and back!

Okay, sekian cerita 45 hariku bersama teman-teman seperjuanagan pemersatu bangsa. Sebenrnya masih ada banyak cerita yang tidak sempat aku ceritakan karena bingung bagaimana menceritakannya. Semoga tidak malas untuk memberikan cerita selanjutnya yakni momen pasca pengabdian atau perpisahan dengan para ksatria nusantara KKN Kebangsaan ya ehehe.


this is us! btw, background nya langit Singapura loh eheheh

And voilaaaa, merekalah penguatku selama berada di Kelurahan Lubuk Puding, teman curhat dan tempat berbagi suka duka selama masa pengabdian kami. My twenty-four-hour alarm!
1.      Fauzi Perdana Putra – Institut Pertanian Bogor aka si mungil ketua kelompok kami
2.      Melinda Nuryani – Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Banten
3.      Rahman Hidayatullah – Universitas Jember
4.      A Romy Ramadhani – Universitas Sriwijaya Palembang
5.      Erika Widiastuti – Universitas Lampung
6.      Wahyu Ikhsan – Universitas Andalas Padang
7.      Rika Efirianti – Universitas Riau
8.      Rudiansyah – Universitas Tanjungpura Pontianak
9.      Rahmat Ilahi – Universitas Negeri Makassar
10.  Subandi Awad – Universitas Khairun Ternate
11.  M. Syahreza – Universitas Maritim Raja Ali Haji Tanjungpinang
12.  Upit Garnasi – Universitas Maritim Raja Ali Haji Tanjungpinang
13.  Yuli Mariani – Universitas Maritim Raja Ali Haji Tanjungpinang
14.  Putri Ardiana – Universitas Maritim Raja Ali Haji Tanjungpinang

Photoshoot bareng Bapak Ibu lurah kesanyangan nih

Di halaman rumah Pak Mus, kami sering menghabiskan waktu bersama mereka

Nah kalau yang ini keluarga baru Lubuk Puding! Let me introduce them too..
1.      Pak Samat dan Ibu serta anak-anaknya, Ninda dan Tika
2.      Pak Mus dan Ibu beserta anak-anaknya dan ada nenek jugaa
3.      Ada juga Bang Adi, salah satu RT yang selalu mengantarkan kami dengan Kaisarnya, dan istrinya, Kak Nur beserta anaknya, Suci (tapi kami tidak sempat berfoto bersama huhu)

Read More

Share Tweet Pin It +1

0 Comments