——
Well, finally we –me and my
group- are arrived in Buru Island!
Kami disambut oleh para staff peremintahan setempat ketika sampai di
pelabuhan Kandis. Mereka membawa beras di dalam sebuah wadah dan ditaburkan
sebagai tanda selamat datang kami. Aku dan teman-teman yang lain pun diberi welcoming speech oleh pak camat dan pak
lurah sebagai wejangan selama kami berada disini. Setelah itu kami diantarkan
ke basecamp yang kebetulan berada di
rumah pak lurah dengan menggunakan mobil polisi dan kaisar (kalau di Jawa
namanya tossa). Just info nih ya,
jangan harap kalian bakalan nemu mobil disini, the only car here is.. mobil jenazah hehe.. Dari pelabuhan menuju
rumah pak lurah lumayan jauh dan hanya ada satu rute sepanjang pulau. Jadi tepi
kanan dan kiri hanya ada pohon, lebih tepatnya pohon dan kera. First impression ku saat itu adalah kami
benar-benar sedang berada di hutan.
Akhirnya tiba di rumah pak lurah saat maghrib berkumandang. Dan ternyata
kelompok kami dibagi jadi dua karena sebagian akan tinggal di rumah kakak pak
lurah yang jaraknya lumayan jauh. Kami sempat kaget dan nggak mau dipisah.
Namun, kami harus menghormati permintaan pak lurah. Dan aku kebagian di rumah
pak lurah. Setelah itu, kami berkemas barang dan sholat berjamaah. Bu lurah
sudah menyambut kami dengan makanan yang sudah pasti sangat lezatt. Tak lama
kemudian, teman kami yang tinggal di rumah kakak pak lurah datang untuk mendiskusikan
tempat tinggal kami yang terpisah. Bukannya apa-apa, kami merasa terbatasi
ketika harus mengerjakan proker jika kami tinggal di tempat terpisah. Tapi apa
daya, raut muka pak lurah terlihat sangat garang, angkuh dan menakutkan –itu first impression kami sekelompok sih– sehingga nyali kami sangatlah ciut untuk membicarakan hal
ini. Tidak disangka, pak lurah sangat memahami pemikiran kami, namu beliau
merasa tidak enak hati kepada kakaknya. Setelah berdiskusi, kami sepakat untuk
tinggal di rumah pak lurah untuk memudahkan tugas kami dan akan menginap
sesekali di rumah kakak beliau atau sekedar berkunjung usai kami mengerjakan
proker. Meski sama-sama di rumah pak lurah kami tidak tinggal satu atap kok,
perempuan tinggal di rumah dan laki-laki di klinik milik bu lurah yang letaknya
tepat sebelah rumah. Tapi ya kalau sedang ada yang melahirkan, para lelaki itu
berbondong-bondong pindah ke rumah dan tidur di ruang tamu haha.
Oke langsung ke inti kegiatan aja yah, udah kebanyakan prolog nih ehe.
Selama hampir dua minggu pertama kami belum bisa mengerjakan proker karena
masih harus survei lokasi dan melakukan pendekatan ke warga lokal.
Alhamdulillah warga sangat menyambut kami serta memberikan support, bantuan,
saran dan pastinya partisipasi terhadap kegiatan yang kami lakukan. Bahkan kami
punya orang tua kedua setelah bapak dan ibu lurah Samat yaitu bapak ibu Mus
yang tinggalnya di tepi laut yang berbatasan langsung dengan Singapura. Beliau
sangat baik sampai-sampai sering mengajak kami party bakar-bakar udang sambil melihat pemadangan Singapura dari
kejauhan jika bapak pulang melaut. Wah gimana nggak makmur tuh tiap hari makan
ikan yang amat sangat bergizi serta gratis all you can eat wkwk. Well –back to topic,selama pengabdian kami mendapatkan tugas wajib yang harus
diselesaikan. One of the hardest to do is inventarisasi biota laut sekitar yang
mana amat banyak ragamnya, ya gimana disana daerah perairan semua hmm. Proker
ini dikerjakan selama sebulan penuh dari awal datang dan selesai paling
terakhir huhu. Fokus kami disini adalah pada pariwisata Lubuk Puding sesuai
dengan tema KKN Kebangsaan (lupa temanya apa soalnya panjang banget hampir tiga
baris:( yang jelas mengenai pariwisata bahari pulau 3T). Selain itu, pastinya
tidak lupa bidang pendidikan untuk mengenalkan nilai-nilai kebangsaan kepada
adik-adik penerus bangsa. Nah kalo ini saya yang diberi amanah untuk menjadi
penanggungjawabnya eheheh. Kami mengadakan banyak kegiatan sekolah mulai dari
sosialisasi, KBM hingga lomba bertemakan wawasan kebangsaan. Bertepatan pula
dengan perayaan kemerdekaan, sudah pasti ada lomba 17-an juga. Banyak lomba
awalnya dikhususkan untuk anak-anak, namun karena antusiasme warga terutama
ibu-ibu akhirnya lombanya dijadikan umum. Dan alhamdulillah sangat meriah.
Bukan soal hadiah yang diperebutkan, akan tetapi kebersamaan dan momen-momen
yang membuat baper ketika diingat kembali. Salah satu lomba yang mengesankan
bagi kami semua adalah lomba masak ibu-ibu.. tau sendiri lah ya pastinya makan
gratis lagi heheh... Para ibu-ibu semangat untuk menyiapkan hidangan mereka dan
mengenalkan makanan khas untuk bisa dicicipi oleh kami tentunya wkwkw.
Perayaan HUT RI pun dimulai dengan upacara di kecamatan Buru yang mana kami
diberi kesempatan untuk tampil paduan suara pada acara penurunan bendera.
Paginya, kami mengikuti upacara 17 Agustus bersama dengan teman-teman kelompok
lain se-kecamatan. Dan disanalah aku dipertemukan kembali dengan teman
sekampung halaman dari Unair yaitu Dira. Kami hampir tidak mengenali satu sama
lain karena wajah kami berubah total menjadi upik abu alias gosong hahah.
Jangan harap bisa merawat kulit, semua dari kami tidak ada yang wajahnya bersih
mulus akibat terik matahari yang menyengat ditambah cuaca yang tidak menentu.
Tidak apa-apa yang penting apa yang kami lakukan berdampak positif terhadap
masyarakat dan bermanfaat tentunya. Oke akhirnya kami bisa reuni kecil bersama
teman sepleton kami pada saat pembekalan. Tapi kami tidak bisa bercengkrama
lama-lama karena mereka harus segera kembali ke Posko di pulau seberang sebelum
ketinggalan kapal. Bahkan kami belum sempat pamer tempat tinggal dan berbagi
cerita huhu. Well, sebenarnya pada
saat itu terjadi insiden yang kalau diingat membuat kami geli sendiri wkwk.
Tepat beberapa hari sebelum 17 Agustus, kami berdebat hebat hingga kami tidak
menyapa satu sama lain haha. Kubu perempuan dan kubu lelaki sama-sama egois
sehingga kami benar-benar melakukan kerjaan masing. Yang paling lucu adalah
ketika para lelaki harus jadi mandiri disaat sebelumnya diurus oleh perempuan.
Tapi hebatnya tidak ada yang tau kalau kami sedang berseteru dan pura-pura akur
ketika didepan umum. Biasalah ya setiap kelompok pasti punya perseteruan
masing-masing hahah. Yang jelas pada akhirnya kami bersatu kembali kok, dan
menertawakan hal konyol yang kami lakukan saat itu. Tepat sebelum perayaan
besar HUT RI kami sudah membaur dan menjadikan kami semakin dekat, erat dan
saling membantu satu sama lain.
Salah satu hal yang membanggakan bagi kami adalah ketika staff pemerintahan
mempercayakan kami untuk acara akbar perayaan HUT RI dan memberikan kesempatan
agar kami menjalankan acara tersebut. Ini kali kedua acara tersebut diadakan
dan akan lebih meriah karena pak Bupati dipastikan datang. Serangkaian
pra-acara pun kami persiapkan dan koordinasikan dengan Pokdarwis (Kelompok
Sadar Wisata, salah satu hasil proker kami sebelumnya). Kami berhasil menggagas
Festival Tangkap Brunok yang mana akan menjadi perayaan tahunan. Brunok
merupakan salah satu hewan langka yang berasal dari wilayah tersebut dan hampir
punah karena banyak ditangkap oleh warga untuk dikonsumsi. Sehingga kami
berupaya untuk mengurangi dampak buruk terhadap hewan tersebut dengan festival
ini. Festival ini digelar setahun sekali yang mana warga tidak diperbolehkan
menangkap hewan tersebut selain pada saat festival. 15% dari hasil tangkapan
bisa dijadikan perayaan makan besar bersama warga dan sisanya dikembalikan lagi
ke laut secara massal. Dengan adanya festival ini kami berharap warga tidak
lagi menangkap hewan tersebut semaunya sendiri dan memikirkan bagaimana
pelestarian brunok agar tidak punah. Ditambah lagi, ini akan menjadi daya tari
tersendiri untuk Pulau Buru akan wisata baharinya dan budayanya melalui
festival ini. Dan tepat sekali, warga sangat antusias terhadap kegiatan yang
kami suguhkan seperti halnya lomba kapal Jong, kapal kecil yang dikendalikan
dengan angin dan juga berlayar dengan Jong yang besar. Salah satu pengalaman
tak terlupakan bagiku adalah ketika diminta untuk memberikan sambutan kepada
Bupati dengan menari tari persembahan Melayu. Kami berlima (para perempuan)
hanya punya waktu sehari saja untuk berlatih sebelum esoknya harus tampil di
depan Bupati dan disaksikan warga serta diliput media lokal. Sebagai orang Jawa
tulen yang notabene hanya tau Melayu dari Upin-Ipin harus ekstra belajar agar
bisa mengimbangi teman-teman lain yang kebetulan punya darah Melayu. Daaan
tadaaa, kami berhasil tampil di depan warga, media dan tentunya pak Bupati yang
ditandai dengan riuh apresiasi.
Hari demi hari berlalu, hingga tak terasa masa pengabdian kami usai. Banyak
cerita yang tak bisa kami ulang lagi bersama keluarga baru tercinta di Lubu
Puding. Kami harus mengucapkan selamat tinggal pada mereka dengan isak tangis
dan mata berkaca-kaca menandakan bahwa itu sangat berat bagi kami untuk
berpamitan. Bahkan sebelum kami pergi, pak lurah dan warga memberikan salam
perpisahan dengan organ tunggal. Yaaa kami harus berpesta-pesta dulu sambil
berjoget ria untuk mengenang kebersamaan kami selama sebulan penuh disini.
Perasaan campur aduk antara bahagia dan sedih melebur jadi satu. Momen unik
dalam perpisahan tersebut adalah ketika panggung roboh karena hebohnya kami
berjoget diatas panggung. Itu hal yang mengagetkan dan membuat kami justru
tertawa dan menghilangkan kesedihan kami akan perpisahan setelah ini. Banyak
hal yang kami pelajari selama disana, banyak pula pengalaman baru dan seru
untuk kami ceritakan kepada teman dekat, saudara dan keluarga di rumah yang
tidak akan ada habisnya. Banyak perbedaan kami yang justru menguatkan kami satu
sama lain. Kami belajar bagaimana bertoleransi akan kepercayaan dan budaya
masing-masing dari kami dan bahkan mempelajarinya. Meskipun sempat terjadi
kejadian tidak mengenakkan bagi kelompok kami yaitu ketika beberapa barang
berharga kami seperti handphone dan kamera hilang dicuri, tapi kami mendapatkan
pelajaran berharga. Tidak akan bisa lagi menikmati sunset melihat pemandangan
Singapura secara langsung, menyombongkan diri karena naik Kaisar dan mobil
jenazah sebagai transportasi utama, pergi ke ujung pulau hanya sekedar mencari
sinyal untuk berinternet ria. Sedih rasanya harus berpisah dengan mereka semua.
Terlebih lagi, akan sangat susah untuk kami reuni lagi satu kelompok karena
kami berbeda tempat. I’m really gonna
miss you guys! Love you to the moon and back!
Okay, sekian cerita 45 hariku bersama teman-teman
seperjuanagan pemersatu bangsa. Sebenrnya masih ada banyak cerita yang tidak
sempat aku ceritakan karena bingung bagaimana menceritakannya. Semoga tidak
malas untuk memberikan cerita selanjutnya yakni momen pasca pengabdian atau
perpisahan dengan para ksatria nusantara KKN Kebangsaan ya ehehe.
——
this is us! btw, background nya langit Singapura loh eheheh |
And voilaaaa, merekalah penguatku selama berada di Kelurahan Lubuk Puding,
teman curhat dan tempat berbagi suka duka selama masa pengabdian kami. My
twenty-four-hour alarm!
1. Fauzi Perdana Putra – Institut Pertanian Bogor aka si
mungil ketua kelompok kami
2. Melinda Nuryani – Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
Banten
3. Rahman Hidayatullah – Universitas Jember
4. A Romy Ramadhani – Universitas Sriwijaya Palembang
5. Erika Widiastuti – Universitas Lampung
6. Wahyu Ikhsan – Universitas Andalas Padang
7. Rika Efirianti – Universitas Riau
8. Rudiansyah – Universitas Tanjungpura Pontianak
9. Rahmat Ilahi – Universitas Negeri Makassar
10. Subandi Awad – Universitas Khairun Ternate
11. M. Syahreza – Universitas Maritim Raja Ali Haji
Tanjungpinang
12. Upit Garnasi – Universitas Maritim Raja Ali Haji
Tanjungpinang
13. Yuli Mariani – Universitas Maritim Raja Ali Haji
Tanjungpinang
14. Putri Ardiana – Universitas Maritim Raja Ali Haji
Tanjungpinang
Photoshoot bareng Bapak Ibu lurah kesanyangan nih |
Di halaman rumah Pak Mus, kami sering menghabiskan waktu bersama mereka |
Nah kalau yang ini keluarga baru Lubuk Puding! Let me introduce them too..
1. Pak Samat dan Ibu serta anak-anaknya, Ninda dan Tika
2. Pak Mus dan Ibu beserta anak-anaknya dan ada nenek jugaa
3. Ada juga Bang Adi, salah satu RT yang selalu mengantarkan
kami dengan Kaisarnya, dan istrinya, Kak Nur beserta anaknya, Suci (tapi kami
tidak sempat berfoto bersama huhu)
0 comments:
Post a Comment