In college storyline

My Life Changing Moment #2


Well, finally we –me and my group- are arrived in Buru Island!

Kami disambut oleh para staff peremintahan setempat ketika sampai di pelabuhan Kandis. Mereka membawa beras di dalam sebuah wadah dan ditaburkan sebagai tanda selamat datang kami. Aku dan teman-teman yang lain pun diberi welcoming speech oleh pak camat dan pak lurah sebagai wejangan selama kami berada disini. Setelah itu kami diantarkan ke basecamp yang kebetulan berada di rumah pak lurah dengan menggunakan mobil polisi dan kaisar (kalau di Jawa namanya tossa). Just info nih ya, jangan harap kalian bakalan nemu mobil disini, the only car here is.. mobil jenazah hehe.. Dari pelabuhan menuju rumah pak lurah lumayan jauh dan hanya ada satu rute sepanjang pulau. Jadi tepi kanan dan kiri hanya ada pohon, lebih tepatnya pohon dan kera. First impression ku saat itu adalah kami benar-benar sedang berada di hutan.

Akhirnya tiba di rumah pak lurah saat maghrib berkumandang. Dan ternyata kelompok kami dibagi jadi dua karena sebagian akan tinggal di rumah kakak pak lurah yang jaraknya lumayan jauh. Kami sempat kaget dan nggak mau dipisah. Namun, kami harus menghormati permintaan pak lurah. Dan aku kebagian di rumah pak lurah. Setelah itu, kami berkemas barang dan sholat berjamaah. Bu lurah sudah menyambut kami dengan makanan yang sudah pasti sangat lezatt. Tak lama kemudian, teman kami yang tinggal di rumah kakak pak lurah datang untuk mendiskusikan tempat tinggal kami yang terpisah. Bukannya apa-apa, kami merasa terbatasi ketika harus mengerjakan proker jika kami tinggal di tempat terpisah. Tapi apa daya, raut muka pak lurah terlihat sangat garang, angkuh dan menakutkan –itu first impression kami sekelompok sih– sehingga nyali kami sangatlah ciut untuk membicarakan hal ini. Tidak disangka, pak lurah sangat memahami pemikiran kami, namu beliau merasa tidak enak hati kepada kakaknya. Setelah berdiskusi, kami sepakat untuk tinggal di rumah pak lurah untuk memudahkan tugas kami dan akan menginap sesekali di rumah kakak beliau atau sekedar berkunjung usai kami mengerjakan proker. Meski sama-sama di rumah pak lurah kami tidak tinggal satu atap kok, perempuan tinggal di rumah dan laki-laki di klinik milik bu lurah yang letaknya tepat sebelah rumah. Tapi ya kalau sedang ada yang melahirkan, para lelaki itu berbondong-bondong pindah ke rumah dan tidur di ruang tamu haha.

Oke langsung ke inti kegiatan aja yah, udah kebanyakan prolog nih ehe. Selama hampir dua minggu pertama kami belum bisa mengerjakan proker karena masih harus survei lokasi dan melakukan pendekatan ke warga lokal. Alhamdulillah warga sangat menyambut kami serta memberikan support, bantuan, saran dan pastinya partisipasi terhadap kegiatan yang kami lakukan. Bahkan kami punya orang tua kedua setelah bapak dan ibu lurah Samat yaitu bapak ibu Mus yang tinggalnya di tepi laut yang berbatasan langsung dengan Singapura. Beliau sangat baik sampai-sampai sering mengajak kami party bakar-bakar udang sambil melihat pemadangan Singapura dari kejauhan jika bapak pulang melaut. Wah gimana nggak makmur tuh tiap hari makan ikan yang amat sangat bergizi serta gratis all you can eat wkwk. Well back to topic,selama pengabdian kami mendapatkan tugas wajib yang harus diselesaikan. One of the hardest to do is inventarisasi biota laut sekitar yang mana amat banyak ragamnya, ya gimana disana daerah perairan semua hmm. Proker ini dikerjakan selama sebulan penuh dari awal datang dan selesai paling terakhir huhu. Fokus kami disini adalah pada pariwisata Lubuk Puding sesuai dengan tema KKN Kebangsaan (lupa temanya apa soalnya panjang banget hampir tiga baris:( yang jelas mengenai pariwisata bahari pulau 3T). Selain itu, pastinya tidak lupa bidang pendidikan untuk mengenalkan nilai-nilai kebangsaan kepada adik-adik penerus bangsa. Nah kalo ini saya yang diberi amanah untuk menjadi penanggungjawabnya eheheh. Kami mengadakan banyak kegiatan sekolah mulai dari sosialisasi, KBM hingga lomba bertemakan wawasan kebangsaan. Bertepatan pula dengan perayaan kemerdekaan, sudah pasti ada lomba 17-an juga. Banyak lomba awalnya dikhususkan untuk anak-anak, namun karena antusiasme warga terutama ibu-ibu akhirnya lombanya dijadikan umum. Dan alhamdulillah sangat meriah. Bukan soal hadiah yang diperebutkan, akan tetapi kebersamaan dan momen-momen yang membuat baper ketika diingat kembali. Salah satu lomba yang mengesankan bagi kami semua adalah lomba masak ibu-ibu.. tau sendiri lah ya pastinya makan gratis lagi heheh... Para ibu-ibu semangat untuk menyiapkan hidangan mereka dan mengenalkan makanan khas untuk bisa dicicipi oleh kami tentunya wkwkw.
Perayaan HUT RI pun dimulai dengan upacara di kecamatan Buru yang mana kami diberi kesempatan untuk tampil paduan suara pada acara penurunan bendera. Paginya, kami mengikuti upacara 17 Agustus bersama dengan teman-teman kelompok lain se-kecamatan. Dan disanalah aku dipertemukan kembali dengan teman sekampung halaman dari Unair yaitu Dira. Kami hampir tidak mengenali satu sama lain karena wajah kami berubah total menjadi upik abu alias gosong hahah. Jangan harap bisa merawat kulit, semua dari kami tidak ada yang wajahnya bersih mulus akibat terik matahari yang menyengat ditambah cuaca yang tidak menentu. Tidak apa-apa yang penting apa yang kami lakukan berdampak positif terhadap masyarakat dan bermanfaat tentunya. Oke akhirnya kami bisa reuni kecil bersama teman sepleton kami pada saat pembekalan. Tapi kami tidak bisa bercengkrama lama-lama karena mereka harus segera kembali ke Posko di pulau seberang sebelum ketinggalan kapal. Bahkan kami belum sempat pamer tempat tinggal dan berbagi cerita huhu. Well, sebenarnya pada saat itu terjadi insiden yang kalau diingat membuat kami geli sendiri wkwk. Tepat beberapa hari sebelum 17 Agustus, kami berdebat hebat hingga kami tidak menyapa satu sama lain haha. Kubu perempuan dan kubu lelaki sama-sama egois sehingga kami benar-benar melakukan kerjaan masing. Yang paling lucu adalah ketika para lelaki harus jadi mandiri disaat sebelumnya diurus oleh perempuan. Tapi hebatnya tidak ada yang tau kalau kami sedang berseteru dan pura-pura akur ketika didepan umum. Biasalah ya setiap kelompok pasti punya perseteruan masing-masing hahah. Yang jelas pada akhirnya kami bersatu kembali kok, dan menertawakan hal konyol yang kami lakukan saat itu. Tepat sebelum perayaan besar HUT RI kami sudah membaur dan menjadikan kami semakin dekat, erat dan saling membantu satu sama lain.

Salah satu hal yang membanggakan bagi kami adalah ketika staff pemerintahan mempercayakan kami untuk acara akbar perayaan HUT RI dan memberikan kesempatan agar kami menjalankan acara tersebut. Ini kali kedua acara tersebut diadakan dan akan lebih meriah karena pak Bupati dipastikan datang. Serangkaian pra-acara pun kami persiapkan dan koordinasikan dengan Pokdarwis (Kelompok Sadar Wisata, salah satu hasil proker kami sebelumnya). Kami berhasil menggagas Festival Tangkap Brunok yang mana akan menjadi perayaan tahunan. Brunok merupakan salah satu hewan langka yang berasal dari wilayah tersebut dan hampir punah karena banyak ditangkap oleh warga untuk dikonsumsi. Sehingga kami berupaya untuk mengurangi dampak buruk terhadap hewan tersebut dengan festival ini. Festival ini digelar setahun sekali yang mana warga tidak diperbolehkan menangkap hewan tersebut selain pada saat festival. 15% dari hasil tangkapan bisa dijadikan perayaan makan besar bersama warga dan sisanya dikembalikan lagi ke laut secara massal. Dengan adanya festival ini kami berharap warga tidak lagi menangkap hewan tersebut semaunya sendiri dan memikirkan bagaimana pelestarian brunok agar tidak punah. Ditambah lagi, ini akan menjadi daya tari tersendiri untuk Pulau Buru akan wisata baharinya dan budayanya melalui festival ini. Dan tepat sekali, warga sangat antusias terhadap kegiatan yang kami suguhkan seperti halnya lomba kapal Jong, kapal kecil yang dikendalikan dengan angin dan juga berlayar dengan Jong yang besar. Salah satu pengalaman tak terlupakan bagiku adalah ketika diminta untuk memberikan sambutan kepada Bupati dengan menari tari persembahan Melayu. Kami berlima (para perempuan) hanya punya waktu sehari saja untuk berlatih sebelum esoknya harus tampil di depan Bupati dan disaksikan warga serta diliput media lokal. Sebagai orang Jawa tulen yang notabene hanya tau Melayu dari Upin-Ipin harus ekstra belajar agar bisa mengimbangi teman-teman lain yang kebetulan punya darah Melayu. Daaan tadaaa, kami berhasil tampil di depan warga, media dan tentunya pak Bupati yang ditandai dengan riuh apresiasi.

Hari demi hari berlalu, hingga tak terasa masa pengabdian kami usai. Banyak cerita yang tak bisa kami ulang lagi bersama keluarga baru tercinta di Lubu Puding. Kami harus mengucapkan selamat tinggal pada mereka dengan isak tangis dan mata berkaca-kaca menandakan bahwa itu sangat berat bagi kami untuk berpamitan. Bahkan sebelum kami pergi, pak lurah dan warga memberikan salam perpisahan dengan organ tunggal. Yaaa kami harus berpesta-pesta dulu sambil berjoget ria untuk mengenang kebersamaan kami selama sebulan penuh disini. Perasaan campur aduk antara bahagia dan sedih melebur jadi satu. Momen unik dalam perpisahan tersebut adalah ketika panggung roboh karena hebohnya kami berjoget diatas panggung. Itu hal yang mengagetkan dan membuat kami justru tertawa dan menghilangkan kesedihan kami akan perpisahan setelah ini. Banyak hal yang kami pelajari selama disana, banyak pula pengalaman baru dan seru untuk kami ceritakan kepada teman dekat, saudara dan keluarga di rumah yang tidak akan ada habisnya. Banyak perbedaan kami yang justru menguatkan kami satu sama lain. Kami belajar bagaimana bertoleransi akan kepercayaan dan budaya masing-masing dari kami dan bahkan mempelajarinya. Meskipun sempat terjadi kejadian tidak mengenakkan bagi kelompok kami yaitu ketika beberapa barang berharga kami seperti handphone dan kamera hilang dicuri, tapi kami mendapatkan pelajaran berharga. Tidak akan bisa lagi menikmati sunset melihat pemandangan Singapura secara langsung, menyombongkan diri karena naik Kaisar dan mobil jenazah sebagai transportasi utama, pergi ke ujung pulau hanya sekedar mencari sinyal untuk berinternet ria. Sedih rasanya harus berpisah dengan mereka semua. Terlebih lagi, akan sangat susah untuk kami reuni lagi satu kelompok karena kami berbeda tempat. I’m really gonna miss you guys! Love you to the moon and back!

Okay, sekian cerita 45 hariku bersama teman-teman seperjuanagan pemersatu bangsa. Sebenrnya masih ada banyak cerita yang tidak sempat aku ceritakan karena bingung bagaimana menceritakannya. Semoga tidak malas untuk memberikan cerita selanjutnya yakni momen pasca pengabdian atau perpisahan dengan para ksatria nusantara KKN Kebangsaan ya ehehe.


this is us! btw, background nya langit Singapura loh eheheh

And voilaaaa, merekalah penguatku selama berada di Kelurahan Lubuk Puding, teman curhat dan tempat berbagi suka duka selama masa pengabdian kami. My twenty-four-hour alarm!
1.      Fauzi Perdana Putra – Institut Pertanian Bogor aka si mungil ketua kelompok kami
2.      Melinda Nuryani – Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Banten
3.      Rahman Hidayatullah – Universitas Jember
4.      A Romy Ramadhani – Universitas Sriwijaya Palembang
5.      Erika Widiastuti – Universitas Lampung
6.      Wahyu Ikhsan – Universitas Andalas Padang
7.      Rika Efirianti – Universitas Riau
8.      Rudiansyah – Universitas Tanjungpura Pontianak
9.      Rahmat Ilahi – Universitas Negeri Makassar
10.  Subandi Awad – Universitas Khairun Ternate
11.  M. Syahreza – Universitas Maritim Raja Ali Haji Tanjungpinang
12.  Upit Garnasi – Universitas Maritim Raja Ali Haji Tanjungpinang
13.  Yuli Mariani – Universitas Maritim Raja Ali Haji Tanjungpinang
14.  Putri Ardiana – Universitas Maritim Raja Ali Haji Tanjungpinang

Photoshoot bareng Bapak Ibu lurah kesanyangan nih

Di halaman rumah Pak Mus, kami sering menghabiskan waktu bersama mereka

Nah kalau yang ini keluarga baru Lubuk Puding! Let me introduce them too..
1.      Pak Samat dan Ibu serta anak-anaknya, Ninda dan Tika
2.      Pak Mus dan Ibu beserta anak-anaknya dan ada nenek jugaa
3.      Ada juga Bang Adi, salah satu RT yang selalu mengantarkan kami dengan Kaisarnya, dan istrinya, Kak Nur beserta anaknya, Suci (tapi kami tidak sempat berfoto bersama huhu)

Read More

Share Tweet Pin It +1

0 Comments

In college storyline

My Life Changing Moment


MASIH PROLOG—

Hi! namaku Hana Nurjanah, seorang mahasiswa sederhana yang berasal dari kota kecil dan merantau ke kota terpadat kedua di Indonesia untuk mewujudkan cita-citanya. Ya, Surabaya merupakan kota yang menjadi tempatku bernaung untuk menimba ilmu. Dengan modal restu orang tua dan keluarga tercinta aku bisa merasakan bagaimana almamater biru dongker berlogo Prabu Airlangga ini mengantarku ke masa depan. Banyak hal yang bisa aku dapatkan dari sini, mulai dari throwback memakai baju SMA untuk keperluan shooting lomba, makan gratis plus latihan table manner di hotel ternama, sampai naik kapal dan pesawat ke daerah 3T untuk mengabdi pada bangsa. Those were such amazing experiences!

----

Langsung aja ya, kali ini aku mau cerita mengenai my 45-life changing moment-days. Ngapain aja sih 45 hari itu?

Sebuah kebanggaan tersendiri bagiku untuk bisa berkontribusi langsung di daerah 3T di ujung tapal batas Indonesia utara dalam bentuk pengabdian. 14 mahasiswa terpilih dari berbagai jurusan mewakili kampus tercinta, Universitas Airlangga, untuk bergabung bersama puluhan Universitas lain di seluruh penjuru negeri Indonesia kita tercinta. KKN KEBANGSAAN 2016- itulah alasan kenapa kami para generasi penerus bangsa disatukan untuk mewujudkan misi dan visi Indonesia. Basecamp kami kala itu berada di Hotel Bali, Tanjung Pinang, untuk melakukan pembekalan selama 3 hari sebelum kami benar-benar terjun langsung ke masyarakat yang ada di sekitar Kepulauan Riau. Dari seluruh peserta sekitar 600-an mahasiswa akan dibagi per kelompok dan disebar ke beberapa pulau seperti Bintan, Lingga, Batam, Karimun, dan Natuna. Namun, sangat disayangkan sekali, pulau yang kami elu-elukan dan idam-idamkan, Natuna, tiba-tiba dihapuskan karena beberapa alasan. Padahal pulau itulah yang menjadi salah satu daya tarik kami untuk meng-explore-nya. Ditambah lagi, kami juga tidak sempat mengunjungi Universitas Maritim Raja Ali Haji yang merupakan tuan rumah kegiatan kami kali ini. Tetapi itu tidak menyulutkan niat kami untuk berdedikasi dan melanjutkan visi misi kami sebelumnya untuk bangsa. Masih sering teringat di pikiranku kalimat yang kerap kami ucapkan untuk membakar semangat perubahan.

KKN KEBANGSAAN 2016! –PEMERSATU BANGSA!!

NKRI! –HARGA MATI!!

Ya itulah jargon yang selalu kami teriakkan untuk menyulutkan kobaran api semangat meski banyak rintangan yang kami hadapi.

---

Hari pertama pembekalan,
Hari itu juga termasuk hari kedatangan kami, delegasi Universitas Airlangga, di bandara Hang Nadhim, Batam yang kemudian dilanjutkan dengan menaiki kapal menuju kota Tanjung Pinang. Dari pelabuhan kami dijemput oleh bus panitia dan diantar ke basecamp Hotel Bali. Meskipun bertempat di hotel, jangan harap hidup kami bakalan seenak tinggal di hotel. Dengan kamar berukuran sekitar 5x5 meter, kami harus berbagi bersama kurang lebih 20 peserta lain yang mana kamar mandi juga hanya satu. Namun tidak semua kamar seperti itu, ada yang lebih besar dan ekslusif, namun ada juga yang bahkan lebih kecil dari kamar kami. Hari pertama kami habiskan untuk mendengarkan materi pembekalan dari narasumber-narasumber hebat untuk persiapan penerjunan kami nanti.

Hari kedua pembekalan,
Oh ya, sebelumnya kami dibagi menjadi beberapa pleton yang terdiri dari dua kelompok dalam pembekalan ini. Pagi itu, kami dibangunkan oleh para ahjussi TNI yang juga merupakan pendamping kami di setiap pleton. Kami diarahkan untuk menuju ke bahu jalan setiap kamar hotel untuk berkumpul dan juga sarapan. Setelah itu kami digiring menuju lapangan untuk pemanasan dsb yang kemudian dilanjutkan dengan pemberian materi seperti hari sebelumnya. And for your information, dari hari pertama kami datang sampai hari kedua, menu makanan yang kami makan selalu sama yaitu ikan tongkol bumbu padang.

Hari ketiga pembekalan,
Sama seperti dua hari sebelumnya, hari ini kami habiskan dengan pembekalan untuk persiapan penerjunan esok. Narasumber bergantian memberikan materi yang mungkin bisa kami aplikasikan nanti pada saat pengabdian. Banyak sekali kejadian di luar dugaan mulai dari pengumuman penghapusan salah satu lokasi, pemindahan wilayah, dan persiapan-persiapan lainnya. Sudahlah.. saya tidak akan membahas hal ini karena akan panjang ceritanya. Yang jelas, berada disini, di sekitar orang-orang hebat kebangaan bangsa saja sudah merupakan suatu kehormatan bagi saya.

Hari keempat penerjunan,
Tibalah hari yang kami tunggu untuk bertemu langsung dengan masyarakat dan merasakan bagaimana kehidupan di wilayah yang hampir 70% perairan itu. Sayangnya, aku pun harus berpisah dengan teman seperjuangan Unair karena tidak ada satu dari kami yang satu kelompok. Setiap kelompok terdiri dari beberapa Universitas yang berbeda sehingga hal ini juga akan mengajarkan kami artinya perbedaan. Hari penerjunan kami pun disambut oleh hujan yang lumayan deras. Kami dilepas oleh para panitia dan didampingi oleh DPL menuju ke tempat tinggal kami di wilayah masing-masing. Ketika hujan reda, kami dijemput oleh bus tuan rumah menuju ke pelabuhan. Satu per satu wilayah meninggalkan Tanjung Pinang menuju wilayah mereka dimulai dari Lingga, Batam, Karimun, dan yang terakhir Bintan yang bisa langsung sampai tanpa menggunakan transportasi laut.

Bus ke Kabupaten Karimun pun datang, aku merasa terpanggil kala itu karena wilayahku berada di Kelurahan Lubuk Puding, Kecamatan Buru, Kabupaten Karimun. Kami bergegas mengemasi barang-barang dan menuju pelabuhan. Sesampai di pelabuhan, kami akan menyebrangi laut menuju Karimun selama 3 jam lebih. Bahkan kapal kami juga melewati jembatan mahsyur yang menjadi icon kota Batam yakni Jembatan Barelang. Beruntungnya, aku masih bisa bertemu dengan teman-teman Unair yang kebetulan masih satu Kabupaten denganku, ada Cinda di Desa Tulang, Dira di Desa TanjungHutan, Ditta di Desa Selat Mendaun, dan Annisa di Desa Lebuh. Meski kami satu kabupaten, bahkan Dira yang satu kecamatan denganku, kami tidak berada di pulau yang sama. Pulau kami berseberangan, sehingga kalau ingin bertemu kami harus naik kapal dulu sekitar 15 menit.

Hingga akhirnya kami pun tiba di pelabuhan Karimun, kami diarahkan untuk menuju ke rumah dinas Bupati sebagai bentuk welcoming party. Satu hal yang ada di benak kami adalah MAKAN GRATIS! Dan yep! Memang kami dapat makan gratis disana, tapi ya kalau dibagi ratusan mahasiswa juga tetap harus berperang untuk mendapatkannya. Btw, untuk menuju rumah dinas Bupati yang ya.. mungkin tidak terlalu jauh dari pelabuhan, kami lalui dengan jalan kaki sembari membawa tentengan koper atau carrier itu tetap saja.. melelahkan. Setelah acara welcoming party itu tadi, kami harus kembali ke pelabuhan, lagi-lagi jalan kaki dengan gembolan besar kami. Perjalanan kami pun berlanjut karena saat ini kami akan berpisah dengan teman-teman yang lain menuju desa/kelurahan kami masing-masing. Aku berpisah dengan Cinda, Ditta, dan Annisa karena rute kami tak searah. Sedangkan aku masih se-rute dengan Dira yang mana pulaunya lebih dekat dibandingkan dengan pulauku. Sehingga sebelum sampai di pulauku, Pulau Buru, aku sempat singgah di kapal untuk mengantarkan teman sekelompok Dira ke pulaunya. Kemudian perjalananku berlanjut menuju tempat kami bersinggah selama 30 hari untuk mengabdi itu.

Meskipun banyak kejadian/peristiwa yang tidak srek di hati, but it was fun! You wouldn’t get those experiences twice! Just remember the good thing and be happy!


Oh ya, ini nih 14 mahasiswa terpilih yang menjadi delegasi Universitas Airlangga dalam kegiatan KKN Kebangsaan 2016 di Kepulauan Riau:
1.      Rendy Triherwanto – Hukum, FH – Desa Pulau Abang, Batam
2.      Dewi Noorensia P. Hukum, FH – Desa Pengambil, Lingga
3.      Cindy Claudera Rosalia – Akuntansi, FEB – Desa Plakak, Lingga
4.      Meninha Dira Rachma – Akuntansi, FEB – Desa Tanjung Hutan, Karimun
5.      Nurul Jamila Hariani   – Ilmu Administrasi Negara, FISIP - Desa Pulau Ngenang, Batam
6.      Cinda Felicia – Ilmu Administrasi Negara, FISIP – Desa Tulang, Karimun
7.      Wahyu Herlambang - Biologi, FST – Desa Pecong, Batam
8.      Ditta Putri Kumalasari – Biologi, FST – Desa Selat Mendaun, Karimun
9.      Dwi Indah Cahyani – Sistem Informasi, FST - Bintan
10.  Muhammad Faiz A. – Sistem Informasi, FST - Desa Teluk Sasah, Bintan
11.  Putri Ramadhani – Ilmu Gizi, FKM - Desa Pengudang, Bintan
12.  Icha Mardianan – Ilmu Gizi, FKM - Desa Berakit, Bintan
13.  Hana Nurjanah – Sastra Inggris, FIB – Kelurahan Lubuk Puding, Karimun
14.  Annisa Rochma Sari – Sastra Inggris, FIB – Desa Lebuh, Karimun




Saat sebelum keberangkatan di Bandara Juanda

Tiba di Pelabuhan Tanjung Pinang

Read More

Share Tweet Pin It +1

0 Comments

In college scholarship storyline

BIDIK MISI Mengantarkanku untuk Membidik Mimpi

Aku bukan ilmuwan,
Aku tak sepandai Habibie yang mampu membuat pesawat terbang
Aku juga bukan sastrawan,
Aku tak sepuitis Chairil Anwar yang mampu memainkan kata hingga punya makna
Bahkan untuk menulis ini saja, aku tak tau cara merangkainya
Dan aku juga bukan seniman,
Aku tak sepiawai Soimah yang mampu melakoni banyak peran.
Aku hanyalah aku,
Yang hanya punya secuil mimpi,
Yang dengan setia mengikuti kemana langkah kaki
Pergi dengan sejuta harapan untuk negeri.
 
Ah sudahlah, aku tak tau bagaimana harus merevisi tulisanku seperti apa lagi. Ini bukan tentang bagaimana tulisanku dikatakan puitis , tapi tentang bagaimana ceritaku mampu dijadikan referensis. Setidaknya aku sudah berusaha mencoba agar kalian bisa menelaah kata per kata yang kusampaikan ini. Aku hanya ingin berbagi pengalaman yang mungkin suatu saat aku tak mengingatnya. Dan tulisan inilah yang nantinya akan membawaku kembali pada masa-masa itu.
 
Aku tak akan basa-basi lagi, cerita ini bermula ketika semua harapanku musnah hanya karena goresan tinta di secarik kertas yang sangat berharga untukku di masa mendatang. Ijazah! Itulah kertas yang sempat membuatku pupus sesaat dan menenggelamkan hampir seluruh mimpi-mimpiku. Bagaimana tidak? Beberapa pelajaran yang kutempuh selama tiga tahun rasanya tak berarti ketika melihat angka enam bertengger dengan pedenya disitu. Aku tak tau harus berbuat apa kala itu, aku kecewa pada diriku sendiri, aku malu kepada orang tuaku. Aku tak berani pulang, aku takut dengan reaksi orang tuaku mengenai hal ini. Tapi tidak dengan teman-temanku, mereka justru memberiku semangat dan meyakinkan aku bahwa sore nanti aku akan mendapatkan kampus favorit sesuai dengan keinginanku. Mereka percaya bahwa Tuhan itu adil karena mereka tau bahwa aku bekerja keras untuk ini dengan usahaku sendiri, bukan dengan bantuan secarik kertas di bawah kolom meja yang mampu mengantarkan mereka ke peringkat sepuluh terbaik di sekolah. Aku masih ingat betul kata-kata mereka padaku,
 
“Belum tentu mereka yang nilainya bagus nanti akan diterima SNMPTN, sudahlah, percaya, ntar sore kamu bakalan dapet kampus kok. Boleh sekarang mereka bangga dengan hasil UN yang memuaskan, tapi belum tentu mereka akan dapet kampus nanti.”
 
Ya, beberapa temanku yang sebenarnya pas-pasan sepertiku tiba-tiba nilai UN nya melambung tinggi mengalahkan beberapa temanku yang notabene pandai di kelas. Tapi aku tidak akan membahas mereka disini, sudah cukup menyakitkan mengetahui nilaiku yang sangat miris ini. Setelah seluruh keberanianku terkumpul, aku akhirnya memutuskan untuk pulang ke rumah. Dan benar saja seperti dugaanku, raut wajah orang tuaku terlihat kecewa mengetahui hasil akhirku yang cukup memalukan ini. Mereka seakan tak punya harapan bagaimana aku akan melanjutkan studiku nanti, terutama ayahku yang bahkan enggan untuk berbicara denganku. Tak banyak hal yang bisa kulakukan, hanya mengusap buliran air yang membasahi tempat tidurku. Tapi aku yakin, dibalik kekecewaan ayahku, beliau masih menaruh harapan besar padaku untuk bisa terus berkuliah. Ibuku, yang biasanya bawel, hanya bisa pasrah dan tidak ingin memperkeruh suasana. Justru ia memberiku semangat dan berharap yang terbaik untukku. Aku pun akhirnya mampu meyakinkan ibuku kalau masih ada satu hal yang belum terlewati, yakni pengumuman SNMPTN. Ya, itulah harapan terakhirku. Sebagai keluarga yang hanya berkecukupan untuk hidup sehari-hari saja, orang tuaku tak mampu membiayai studiku. Oleh karena itu, kami hanya mengandalkan pengumuman SNMPTN yang aku daftar melalui jalur bidikmisi. Bahkan untuk meyakinkan mereka untuk masuk ke Universitas favorit saja, mereka takut kalau nanti akan mengeluarkan biaya besar. Sehingga bidikmisi inilah yang mampu meyakinkan mereka dan membiarkanku meraih masa depan.
 
Jam menunjukkan pukul 4 sore dimana hasil penerimaan mahasiswa jalur SNMPTN itu diumumkan. Aku masih belum siap mental untuk mengetahui hasilnya. Aku bingung, kala itu aku masih belum punya laptop dan hapeku masih belum secanggih sekarang. Jadi apabila aku ingin mengetahui hasilnya, aku harus pergi ke warnet dulu untuk mengakses websitenya. Hingga suara adzan maghrib berkumandang, aku pun belum berani untuk melihatnya. Begitu juga dengan ayahku yang masih belum mau bicara padaku. Aku menunggu momen yang tepat ketika semua orang telah keluar rumah, aku bergegas pergi ke warnet dekat rumah untuk mengecek hasilnya. Dan alhamdulillah berkat doa dan kerja kerasku selama ini, hasil itu berbuah manis untukku. Aku dinyatakan lolos sebagai mahasiswa S1 Sastra Inggris, Universitas Airlangga, salah satu Universitas Negeri ternama yang ada di Indonesia, tepatnya di Surabaya. Inget ya Unair itu NEGERI dan ada di Jawa Timur. Ok. Jangan sampai ada yang tanya lagi Unair itu apa dan dimana, sedih aing:(

Everything changes! Meski awalnya keluargaku banyak yang tidak percaya, kini aku pun bisa membuktikan kalau usahaku tidak akan menghianati hasil. Aku bahkan tidak menyangka kalau aku ternyata menjadi panutan banyak orang di sekitarku. Bahkan tidak sedikit yang datang ke rumah untuk mencari tau bagaimana aku bisa kuliah dengan dibiayai pemerintah. Maklum, tidak semua anak muda di kampungku yang melanjutkan pendidikannya ke perguruan tinggi apalagi di negeri dan favorit. Semua itu berkat usaha, doa, dan restu orang tua.  
Semangat menggapai mimpi!

Read More

Share Tweet Pin It +1

2 Comments